Rabu, 31 Oktober 2007

Artikel

Artikel, Yayat Khudriatna, S. Sos
Staff Pengajar SMPN 1 Menes Tikom



BAB I

E-LEARNING DI SEKOLAH DALAM KONTEKS KTSP

Pergeseran paradigma dalam pranata pendidikan yang semula terpusat menjadi desentralistis membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah. Kebijakan tersebut dapat dimaknai sebagai pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah dalam mengelola sekolah, termasuk di dalamnya berinovasi dalam pengembangan kurikulum dan model-model pembelajaran.

Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan yang berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari komponen pendidikan yang terkait. Kondisi ini gayut dengan perubahan kurikulum yang sedang diluncurkan dewasa ini oleh pemerintah, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Konsekuensi yang harus ditanggung oleh sekolah adalah restrukturisasi dalam pengelolaan sekolah (capacity building), profesionalisme guru, penyiapan infrastruktur, kesiapan siswa dalam proses belajar dan iklim akademik sekolah.

Kebijakan penerapan KTSP dan pemberian otonomi pendidikan juga diharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya daya saing sekolah. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan pembelajaran berbasis teknologi informasi yang sangat pesat, hendaknya sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang dicita-citakan dalam perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan yang telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran adalah program e-learning.

Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh para ahli teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana e-learning dapat difahami sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara pengajar (guru/dosen) dan pembelajar (siswa/mahasiswa).

Model pembelajaran berbasis TIK dengan menggunakan e-learning berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek pembelajarannya. Setidaknya ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang ke empat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelejaran.

Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat kesiapan peserta belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan, efektifitas pembelajaran, sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK. Lalu, apakah mungkin program e-learning dapat dilaksanakan di sekolah? Ini yang menjadi esensi dari kebermaknaan e-learning di sekolah.

BAB II

MENYIAPKAN PROGRAM E-LEARNING

Pengalaman menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah sesulit dalam bayangan kita, asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa komitmen dan dukungan secara teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan terealiasi. Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa.

Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.

1. Membudayakan belajar berbasis TIK

Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995 an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya dalam menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan model-model pembelajan. Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat akan teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan anak didik dengan teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi.

Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning. Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan latihan­latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat.

Dalam penetapan kualitas pembelejaran dengan menggunakan model e-learning telah dikembangkan oleh lembaga Qualitative Standards Scholarship Assessed: An Evaluation of the Professoriate yang dikembangkan oleh Glassick, Huber and Maeroff, (2005), dengan indikator-indikator instrumen yang telah dikembangkan meliputi: kejelasan tujuan pembelajaran, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penyiapan metoda belajar yang sesuai, menghasilkan hasil pembelajaran yang signifikan positif, efektifitas dalam mempresentasikan bahan pelajaran serta umpan balik yang kritis dari peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning / digital classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media.

Dengan mencermati perkembangan teknologi informasi dalam dunia pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu disiapkan serta pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program e-learning di sekolah bukanlah suatu hayalan belaka bahkan sesegera mungkin untuk diwujudkan.

BAB III

E-Learning Sebagai Solusi Keterpurukan Pendidikan di Indonesia

Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung menyebabkan pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.

Ditambah lagi kebijakan pemerintah yang memangkas subsidi untuk perguruan tinggi telah mengakibatkan banyak perguruan tinggi menaikkan biaya kuliah,sehingga banyak putra-putra bangsa yang kehilangan kesempatan untuk kuliah karena terbentur masalah biaya.Melihat kondisi di atas maka perlu diadakan sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan. Teknologi komunikasi dan informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Salah satu wujud pemanfaatan teknologi ini adalah melalui pengembangan e-learning di sekolah dan perguruan tinggi. e-Learning merupakan suatu teknologi informasi yang relatif baru di Indonesia. e-Learning terdiri dari dua bagian, yaitu yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka e-Learning sering disebut pula dengan on-line course. e-Learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik. Kini, e-Learning menjadi salah satu alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya Sayangnya, meskipun disadari e-learning dapat membantu mempercepat proses pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, pemanfaatannya belum populer di sekolah-sekolah bahkan di perguruan tinggi di Indonesia.

Padahal teknologi informasi dapat dipergunakan untuk memperluas daya jangkau kesempatan pendidikan ke seluruh pelosok Tanah Air. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengembangkan sistem delivery sumber-sumber pendidikan Sistem delivery itu dapat dilakukan dengan menggunakan kemajuan teknologi, termasuk dalam hal ini dengan sistem belajar jarak jauh, Penggunaan e-Learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams (1999) Internet adalah a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources. Jadi Internet pada dasarnya adalah kumpulan informasi yang tersedia di komputer yang bisa diakses karena adanya jaringan yang tersedia di komputer tersebut. Oleh karena itu bisa dimengerti kalau e-Learning bisa dilaksanakan karena jasa Internet ini. e-Learning sering disebut pula dengan nama on­line course karena aplikasinya memanfaatkan jasa Internet.

e-Learning Menyadari bahwa di Internet dapat ditemukan berbagai informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan Internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna Internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di Internet. Tersedianya fasilitas e-Moderating dimana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas Internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui Internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari; Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di computer.

Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di Internet secara lebih mudah. Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui Internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.

Walaupun demikian pemanfaatan Internet atau e-Learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan berbagai kritik, antara lain dapat disebutkan sbb:

Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;

Ø Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;

Ø Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;

Ø Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;

Ø Tidak semua tempat tersedia fasilitas Internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);

Ø Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal Internet; dan

Ø Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Meskipun dengan adanya berbagai kekurangan di atas bukan berarti menyurutkan pengembangan e-learning di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang besar maka e-learning bisa menjadi sebuah solusi tepat untuk pemerataan kualitas SDM. Akan lebih murah membangun infrastruktur internet sebagai sarana pendukung e-learning ketimbang membangun sekolah atau perguruan tinggi baru di daerah-daerah terpencil. Namun semuanya kembali kepada pemerintah sebagai pemegang kebijakan, apakah mau berpihak kepada kepentingan jangka panjang, yaitu investasi sumber daya manusia.

BAB IV

KESIMPULAN

Pendidikan di Indonesia sudah mulai masuk pada era keterpurukan dengan kualitas pendidikan yang menyedihkan. Untuk mengejar dan menambal keterpurukan pendiidkan di indonesia sudah saatnya pendidikan Indonesia bangkit dan menggunakan methode pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu E-learning adalah salah satu solusi diantara beberapa solusi yang harus digunakan pada sistem pembelajaran di sekolah.

Selasa, 30 Oktober 2007

xxx....KUL gitoo Loch....

Paduan Suara "Gita Nada Pesona"



Team Nasyid : "The Massages"
Team Rampak Sekar"Asmarandana"

Unit Band
SMPN 1 Mns
Team Drum Band : "Gita Mahardika"








Team Paskibra Q-ta.....
"Bela Negara"



Team Qosidah "Al-Manasi"
Team Volley Ball
"The Viper"

Pandu Sekolah,
"GASTROPODA"